Jumat, 29 November 2013



BAB I
TINJAUAN TEORI

1.      Pengertian
            Kejang adalah suatu manifestasi klinik dari lepas muatan listrik berlebihan dari sel-sel neuron otak yang terganggu fungsinya, gangguan tersebut dapat disebabkan oleh kelainan fisiologis, anatomis, biokimia atau gabungan dari ketiga kelainan tersebut.
(UKK Neurologi IDAI, 2011 kejang pada bayi dan anak.17)
           Kejang demam adalah kejang yang terjadi pada saat seorang bayi atau anak mengalami demam tanpa infeksi sistem saraf pusat (1,2). Hal ini dapat terjadi pada 2-5 % populasi anak. Umumnya kejang demam ini terjadi pada usia 6 bulan – 5 tahun dan jarang sekali terjadi untuk pertama kalinya pada usia > 3 tahun.
Menurut Nurul Itqiyah (2008)
            Dari pengertian diatas dapat disimpulkan kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi karena peningkatan suhu tubuh yang sering di jumpai pada usia anak dibawah lima tahun.
            Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu rectal lebih dari 380C) yang  disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium.
(Mansjoer Arif dkk, 2001. 434).
Kejang demam adalah suatu kejadian pada bayi atau  anak-anak, biasanya terjadi pada umur 3 ulan dan 5 tahun, berhubungan dengan demam tetapi tidak pernah terbukti dengan adanya infeksi intrakanial atau penyebab tertentu. Anak yang pernah kejang tanpa demam dan bayi berumur kurang dari 4 minggu tidak termasuk. Kejang demam harus dibedakan dengan epilepsi, yaitu yang ditandai dengan kejang berulang tanpa demam.
(Mansjoer Arif dkk, 2001.434)
Dahulu Livingston membagi kejang demam menjadi dua golongan, yaitu kejang demam sederhana (Simple Febrile Convultion) dan epilepsi yang diprovokasi oleh demam (Epilepsi Triggered Of By Faver). Defenisi ini tidak lagi digunakan karena studi prosfektif epidemiologi membuktikan bahwa resiko berkembangnya epilepsi atau berkembangnya kejang tanpa demam atau kejang tanpa demam dalam keluarga.
Akhir-akhir ini kejang demam diklasifikasikan menjadi dua golongan, yaitu kejang demam sederhana yang berlangsung kurang dari 15 menit dan umum, dan kejang demam kompleks yang berlangsung lebih dari 15 menit, fokal atau multiple (lebih dari 1 kali kejang dalam 24 jam). Disini anak sebelumnya dapat mempunyai kelainan Neurologi atau riwayat kejang demam atau kejang tanpa demam dalam keluarga.
2.      Anatomi Fisiologi Syaraf
System syaraf terdiri dari sel-sel syaraf (Neuron) dan sel-sel penyokong (Neuoglia dan sel Schawan), kedua jenis sel tersebut demikian erat berkaitan dan terintegrasi satu sama lain sehingga sama-sama berfungsi sebagai satu unit. Neuron adalah sel-sel syaraf khusus peka rangsang yang menerima masukan sensorik atau masukan aferen dari ujung-ujung syaraf perifer khusus atau dari organ reseptor sensorik, dan menyalurkan masukan motorik atau masukan eferan ke otot-otot dan kelenjar-kelenjar yaitu organ efektor.
System syaraf terbagi menjadi : system Syaraf Pusat (SSP) dan Sistem Syaraf Tepi (SST). SSP terdiri dari otak dan medulla spinalis, SST terdiri dari neuron eferen dan eferen system somatir (SSS) dan neuron system syaraf otonom / Viseral (SSO).
3.      Insiden
Kejadian kejang demam diperkirakan 2-4% populasi anak usia 6 bulan – 5 tahun, dan paling sering pada usia 17 -23 bulan, 80% kejang demam sederhana, 20% kejang demam kompleks (8% berlangsung >15 menit dan 16% berulang dalam waktu 24 jam), 2 – 4% menjadi epilepsy, lebih sering pada anak laki – laki.
(UKK Neurologi IDAI, 2011 kejang demam yang perlu diwaspadai)

4.      Etiologi
Hingga kini belum diketahui dengan pasti. Demam sering disebabkan infeksi saluran pernafasan atas, otitis media, pneumonia, gastroenteritis dan infeksi saluran kemih. Kejang tidak selalu timbul pada suhu tinggi, kadang-kadang demam tidak begitu tinggi dapat menyebabkan kejang
(Mansjoer Arif dkk, 2001. 434).
Semua jenis infeksi yang bersumber di luar susunan saraf pusat yang menimbulkan demam dapat menyebabkan kejang demam. Penyakit yang paling sering menimbulkan kejang demam adalah infeksi saluran pernafasan atas, otitis media akut(cairan telinga yang tidak segera dibersihkan akan merembes ke saraf di kepala pada otak akan menyebabkan kejang demam), pneumonia(Setengah dari kejadian pneumonia diperkirakan disebabkan oleh virus. Saat ini makin banyak saja virus yang berhasil diidentifikasi. Meski virus-virus ini kebanyakan menyerang saluran pernapasan bagian atas-terutama pada anak-anak gangguan ini bisa memicu pneumonia. Untunglah, sebagian besar pneumonia jenis ini tidak berat dan sembuh dalam waktu singkat. Namun bila infeksi terjadi bersamaan dengan virus influensa, gangguan bisa berat dan kadang menyebabkan kematian, Virus yang menginfeksi paru akan berkembang biak walau tidak terlihat jaringan paru yang dipenuhi cairan. Gejala Pneumonia oleh virus sama saja dengan influensa, yaitu demam, batuk kering sakit kepala, ngilu diseluruh tubuh. Dan letih lesu, napas menjadi sesak, batuk makin hebat dan menghasilkan sejumlah lendir. Demam tinggi kadang membuat bibir menjadi biru), gastroenteritis akut, exantema subitum (Penyakit eksantema virus yang sering menyerang bayi (infants) dan anak-anak (young children). Ditandai dengan demam tinggi yang mendadak dan sakit tenggorokan ringan. Beberapa hari kemudian terdapat suatu faint pinkish rash yng berlangsung selama beberapa jam hingga beberapa hari). salah satu komplikasinya adalah kejang demam, bronchitis, dan infeksi saluran kemih. Selain itu juga infeksi diluar susunan syaraf pusat seperti tonsillitis, faringitis, forunkulosis serta pasca imunisasi DPT (pertusis) dan campak (morbili) dapat menyebabkan kejang demam.
Penyebab utama kejang demam ialah demam yag tinggi. Demam yang terjadi sering disebabkan oleh :
1.      Infeksi Saluran Pernapasan Atas (ISPA)
2.      Gangguan metabolic
3.      tonsilitis, otitis media, bronchitis.
4.       Keracunan obat
5.      Faktor herediter
6.      Idiopatik.
5.      Patofisiologi
            Pada keadaan demam, kenaikan suhu 10C akan menyebabkan kenaikan metabolisme basal (jumlah minimal energi yang dibutuhkan untuk mempertahankan fungsi vital tubuh) sebanyak 10-15% dan kebutuhan oksigen meningkat 20%. Pada anak balita aliran darah ke otak mencapai 65% dari aliran darah ke seluruh tubuh, sedangkan pada orang dewasa aliran darah ke otak hanya 15%. Jadi, pada balita dengan kenaikan suhu tubuh tertentu dapat terjadi perubahan keseimbangan dari membran sel neuron dan dalam waktu yang singkat terjadi difusi dari ion kalium maupun natrium melalui membran sel neuron tadi, sehingga mengakibatkan terjadinya pelepasan muatan listrik. Besarnya muatan listrik yang terlepas sehingga dapat meluas/menyebar ke seluruh sel maupun ke membran sel lainnya dengan bantuan bahan yang disebut neurotransmitter. Akibatnya terjadi kekakuan otot sehingga terjadi kejang.
            Tiap anak mempunyai ambang kejang yang berbeda dan tergantung dari tinggi rendahnya ambang kejang seorang anak. Ada anak yang ambang kejangnya rendah, kejang telah terjadi pada suhu 380C, sedangkan pada anak dengan ambang kejang tinggi, kejang baru terjadi pada suhu 400C.
            Basal Metabolic Rate ( BMR ) adalah kebutuhan kalori minimum yang dibutuhkan seseorang hanya untuk sekedar mempertahankan hidup, dengan asumsi bahwa orang tersebut dalam keadaan istirahat total, tidak melakukan aktivitas sedikitpun.

Faktor – factor yang mempengaruhi tingkat metabolisme basal seseorang :
1.      Genetik, sebagian orang dilahirkan dengan tingkat metabolisme basal (BMR) tinggi , dan sebagian lagi BMR lebih rendah.
2.      Gender, laki – laki cenderung memiliki massa otot lebih besar daripada perempuan, sehingga BMR laki – laki lebih besar dari pada perempuan.
3.      Usia, BMR cendererung berkurang seiring dengan bertambahnya usia. BMR seseorang dapat turun sekitar 2% per dekade.
4.      Berat tubuh, semakin berat massa tubuh seseorang , BMRnya akan lebih tinggi.
5.      Body surface area atau Luas permukaan tubuh, ini berkaitan dengan tinggi dan berat seseorang. Sehingga orang yang lebih tinggi dan besar cenderung memiliki BMR yang lebih tinggi.
6.      Pola makan, dalam keadaan lapar BMR seseorang bisa turun hingga 30%
7.      Suhu tubuh, setiap kenaikan suhu tubuh 0.5 °C, BMR bisa meningkat hingga 7%
8.      Suhu Lingkungan, suhu lingkungan juga berpengaruh pada tingkat BMR seseorang. Ini berkaitan dengan upaya penstabilan suhu tubuh. Semakin rendah suhu lingkungan, BMR akan cenderung lebih tinggi.
9.      Hormon, hormon yang mempengaruhi tingkat BMR adalah hormon tiroksin. Hormon tiroksin sebagai regulator BMR, yang mengatur kecepatan metabolisme tubuh. Semakin banyak homon tiroksin yang disekresikan, maka akan semakin tinggi BMRnya.
6.      Manifestasi Klinik
            Terjadinya bangkitan kejang pada bayi dan anak kebanyakan bersamaan dengan kenaikan suhu badan yang tinggi dan cepat yang disebabkan oleh infeksi di luar susunan saraf pusat, otitis media akuta, bronkitis, furunkulosis dan lain-lain. Serangan kejang biasanya terjadi dalam 24 jam pertama sewaktu demam, berlangsung singkat dengan sifat bangkitan dapat berbentuk tonik-klonik, tonik, klonik, fokal atau akinetik. Umumnya kejang berhenti sendiri. Namun anak akan terbangun dan sadar kembali setelah beberapa detik atau menit tanpa adanya kelainan neurologik.
            Gejala yang mungkin timbul saat anak mengalami Kejang Demam antara lain : anak mengalami demam (terutama demam tinggi atau kenaikan suhu tubuh yang terjadi secara tiba-tiba), kejang tonik-klonik atau grand mal, pingsan yang berlangsung selama 30 detik-5 menit (hampir selalu terjadi pada anak-anak yang mengalami kejang demam).
            Postur tonik (kontraksi dan kekakuan otot menyeluruh yang biasanya berlangsung selama 10-20 detik), gerakan klonik (kontraksi dan relaksasi otot yang kuat dan berirama, biasanya berlangsung selama 1-2 menit), lidah atau pipinya tergigit, gigi atau rahangnya terkatup rapat, inkontinensia (mengeluarkan air kemih atau tinja diluar kesadarannya), gangguan pernafasan, apneu (henti nafas), dan kulitnya kebiruan.
Saat kejang, anak akan mengalami berbagai macam gejala seperti:
1.      Anak hilang kesadaran
2.      Tangan dan kaki kaku atau tersentak-sentak
3.      Sulit bernapas
4.      Busa di mulut
5.      Wajah dan kulit menjadi pucat atau kebiruan
6.      Mata berputar-putar, sehingga hanya putih mata yang terlihat.




Livingston membuat kriteria dan membagi kejang demam atas 2 golongan, yaitu:
1.      Kejang demam sederhana (simple febrile confulsion)
2.      Epilepsi yang di provokasi oleh demam (epilepsy triggered of by fever)

Kriteria livingston tersebut setelah dimodifikasi dipakai sebagai sebuah pedoman untuk membuat diagnosa kejang demam sederhana yaitu:
1.      Umur anak ketika kejang antara 6 bulan dan 4 tahun
2.      Kejang berlangsung hanya sebentar saja, tidak lebih dari 15 menit
3.      Kejang bersifat umum
4.      Kejang timbul dalam 16 jam pertama setelah timbulnya demam
5.      Pemeriksaan saraf sebelum dan sesudah kejang demam normal
6.      Pemeriksaan EEG yang dibuat sedikitnya 1 minggu sesudah suhu normaltidak menunjukan kelainan
7.      Frekuensi bangkitan kejang di dalam 1 tahun tidak melebihi 4 kali

            Kejang demam yang tidak memenuhi salah satu atau lebih dari ketujuh kriteria modifikasi Livingston di atas digolongkan pada epilepsi yang diprovokasi oleh demam, kejang ini mempunyai suatu dasar kelainan yang menyebabkan timbulnya kejang, sedangkan demam hanya merupakan faktor pencetus saja.  

7.      Komplikasi
Menurut Taslim S. Soetomenggolo dapat mengakibatkan :
a.        Kerusakan sel otak
b.       Penurunan IQ pada kejang demam yang berlangsung lama lebih dari 15 menit dan bersifat unilateral
c.        Kelumpuhan
d.       Apnea
e.        Depresi pusat pernapasan
f.        Relaksasi mental
g.       Epilepsi


8.      Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan cairan cerebrospinal dilakukan untuk menyingkirkan atau menegakkan diagnosis meningitis, Pada kejang demam pertama harus dilakuakn pada penderita umur <12 bulan, umur 12 – 18 bulan harus difikirkan untuk melakukan lumbal pungsi dan tidak dianjurkan pada umur >18 bulan kecuali ada gejala meningitis atau kecurigaan infeksi intracranial.
Elektroensefalografi (EEG) tidak berguna dilakukan untuk memperkirakan berulangnya kejang, memperkirakan epilepsy dikemudian hari dan untuk menentukan tidaknya kelainan organik. EEG tidak direkomendasikan pada kejang demam sederhana.
Laboratorium lain dilakukan hanya atas indikasi seperti Demam pemeriksaan darah tepi lengkap ( Hb, Ht, Leukosit, Trombosit ) atau urine dan Dehidrasi dilakukan pemeriksaan Na, K, Cl, Mg, Ca, P dan Glukosa. untuk mengetahui sejak dini apabila ada komplikasi dan penyakit kejang demam.
(UKK Neurologi IDAI 2011 kejang demam dan epilpsi.5)

9.      Diagnosa Banding
Penyebab lain kejang yang disertai demam harus disingkirkan, khususnya meningitis atau ensefalitis. Funsi lumbal terindikasi bila ada kecurigaan klinis meningitis. Adanya sumber infeksi seperti otitis media  tidak menyingkirkan meningitis dan jika pasien tidak mendapatkan antibiotik maka perlu pertimbangan fungsi lumbal.
(Mansjoer Arif dkk, 2001.435).







10.  Penatalaksanaan
Pada penatalaksanaan kejang demam ada 3 hal yang perlu dikerjakan yaitu :
1.      Pengobatan Fase Akut
            Seringkali kejang berhenti sendiri. Pada waktu kejang pasien dimiringkan untuk mencegah aspirasi ludah atau muntahan. Jalan napas harus bebas agar oksigenisasi terjamin. Perhatikan keadaan vital seperti kesadaran, tekanan darah, suhu, pernapasan dan fungsi jantung. Suhu tubuh tinggi diturunkan dengan kompres air dan pemberian antipiretik.
            Obat yang paling cepat menghentikan kejang adalah diazepam yang diberikan intravena atau intrarektal. Dosis diazepam intravena 0,3-0,5 mg/kgBB/kali dengan kecepatan 1-2 mg/menit dengan dosis maksimal 20 mg. bila kejang berhenti sebelum diazepam habis, hentikan penyuntikan, tunggu sebentar, dan bila tidak timbul kejang lagi jarum dicabut. Bila diazepam intravena tidak tersedia atau pemberiannya sulit gunakan diazepam intrarektal 5 mg (BB<10>10kg). bila kejang tidak berhenti dapat diulang selang 5 menit kemudian. Bila tidak berhenti juga, berikan fenitoin dengan dosis awal 10-20 mg/kgBB secara intravena perlahan-lahan 1 mg/kgBb/menit. Setelah pemberian fenitoin, harus dilakukan pembilasan dengan Nacl fisiologis karena fenitoin bersifat basa dan menyebabkan iritasi vena.
            Bila kejang berhenti dengan diazepam, lanjutkan dengan fenobarbital diberikan langsung setelah kejang berhenti. Dosis awal untuk bayi 1 bulan -1 tahun 50 mg dan umur 1 tahun ke atas 75 mg secara intramuscular. Empat jam kemudian diberikan fenobarbital dosis rumat. Untuk 2 hari pertama dengan dosis 8-10 mg/kg BB/hari dibagi dalam 2 dosis, untuk hari-hari berikutnya dengan dosis 4-5 mg/kgBB/hari dibagi 2 dosis. Selama keadaan belum membaik, obat diberikan secara suntikan dan setelah membaik per oral. Perhatikan bahwa dosis total tidak melebihi 200mg/hari. Efek sampingnya adalah hipotensi, penurunan kesadaran dan depresi pernapasan. Bila kejang berhenti dengan fenitoin,lanjutkan fenitoin dengan dosis 4-8mg/Kg BB/hari, 12-24 jam setelah dosis awal.

2.      Mencari dan mengobati penyebab
            Pemeriksaan cairan serebrospinalis dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan meningitis, terutama pada pasien kejang demam yang pertama. Walaupun demikian kebanyakan dokter melakukan pungsi lumbal hanya pada kasus yang dicurigai sebagai meningitis, misalnya bila ada gejala meningitis atau kejang demam berlangsung lama.
3.      Pengobatan profilaksis
            Ada 2 cara profilaksis, yaitu: (1) profilaksis intermiten saat demam atau, (2) profilaksis terus menerus dengan antikonvulsan setiap hari. Untuk profilaksis intermiten diberian diazepam secara oral dengan dosis 0,3-0,5 mg/kgBB/hari dibagi menjadi 3 dosis saat pasien demam. Diazepam dapat diberikan pula secara intrarektal tiap 8 jam sebanyak 5mg (BB<10kg)>10kg) setiap pasien menunjukkan suhu lebih dari 38,5 0 C. efek samping diazepam adalah ataksia, mengantuk dan hipotonia.
            Profilaksis terus menerus berguna untuk mencegah berulangnya kejang demam berat yang dapat menyebabkan kerusakan otak tapi tidak dapat mencegah terjadinya epilepsy dikemudian hari. Profilaksis terus menerus setiap hari dengan fenobarbital 4-5mg.kgBB/hari dibagi dalam 2 dosis. Obat lain yang dapat digunakan adalah asam valproat dengan dosis 15-40 mg/kgBB/hari. Antikonvulsan profilaksis selama 1-2 tahun setelah kejang terakhir dan dihentikan bertahap selama 1-2 bulan
            Profilaksis terus menerus dapat dipertimbangkan bila ada 2 kriteria (termasuk poin 1 atau 2) yaitu :
1.      sebelum kejang demam yang pertama sudah ada kelainan neurologist atau perkembangan (misalnya serebral palsi atau mikrosefal)
2.      Kejang demam lebih dari 15 menit, fokal, atau diikuti kelainan neurologist sementara dan menetap.
3.      Ada riwayat kejang tanpa demma pada orang tua atau saudara kandung.
4.      bila kejang demam terjadi pada bayi berumur kurang dari 12 bulan atau terjadi kejang multiple dalam satu episode demam.
      Bila hanya memenuhi satu criteria saja dan ingin memberikan obat jangka panjang maka berikan profilaksis intermiten yaitu pada waktu anak demam dengan diazepam oral atau rectal tuap 8 jam disamping antipiretik.

11.  Prognosis
            Dengan penangulangan yang tepat dan cepat, prognosisnya dan tidak membahayakan kematian. Frekwensi berulangnya kejang berkisar 25 – 50 %, umumnya terjadi pada bulan pertama. Resiko untuk mendapatkan epilepsi rendah.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar