BAB I
TINJAUAN TEORI
1. Pengertian
Kejang
adalah suatu manifestasi klinik dari lepas muatan listrik berlebihan dari
sel-sel neuron otak yang terganggu fungsinya, gangguan tersebut dapat
disebabkan oleh kelainan fisiologis, anatomis, biokimia atau gabungan dari
ketiga kelainan tersebut.
(UKK Neurologi IDAI, 2011 kejang pada bayi dan anak.17)
Kejang demam adalah kejang yang terjadi
pada saat seorang bayi atau anak mengalami demam tanpa infeksi sistem saraf
pusat (1,2). Hal ini dapat terjadi pada 2-5 % populasi anak. Umumnya kejang
demam ini terjadi pada usia 6 bulan – 5 tahun dan jarang sekali terjadi untuk
pertama kalinya pada usia > 3 tahun.
Menurut Nurul Itqiyah (2008)
Dari pengertian
diatas dapat disimpulkan kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi
karena peningkatan suhu tubuh yang sering di jumpai pada usia anak dibawah lima
tahun.
Kejang
demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu
rectal lebih dari 380C) yang disebabkan oleh suatu proses
ekstrakranium.
(Mansjoer Arif dkk, 2001. 434).
Kejang demam adalah suatu kejadian pada bayi atau anak-anak,
biasanya terjadi pada umur 3 ulan dan 5 tahun, berhubungan dengan demam tetapi
tidak pernah terbukti dengan adanya infeksi intrakanial atau penyebab tertentu.
Anak yang pernah kejang tanpa demam dan bayi berumur kurang dari 4 minggu tidak
termasuk. Kejang demam harus dibedakan dengan epilepsi, yaitu yang ditandai
dengan kejang berulang tanpa demam.
(Mansjoer Arif dkk, 2001.434)
Dahulu Livingston membagi kejang demam menjadi dua golongan,
yaitu kejang demam sederhana (Simple Febrile Convultion) dan epilepsi
yang diprovokasi oleh demam (Epilepsi Triggered Of By Faver). Defenisi
ini tidak lagi digunakan karena studi prosfektif epidemiologi membuktikan bahwa
resiko berkembangnya epilepsi atau berkembangnya kejang tanpa demam atau kejang
tanpa demam dalam keluarga.
Akhir-akhir ini kejang demam diklasifikasikan menjadi dua
golongan, yaitu kejang demam sederhana yang berlangsung kurang dari 15 menit
dan umum, dan kejang demam kompleks yang berlangsung lebih dari 15 menit, fokal
atau multiple (lebih dari 1 kali kejang dalam 24 jam). Disini anak sebelumnya
dapat mempunyai kelainan Neurologi atau riwayat kejang demam atau kejang tanpa
demam dalam keluarga.
2. Anatomi Fisiologi Syaraf
System syaraf terdiri dari sel-sel syaraf (Neuron) dan
sel-sel penyokong (Neuoglia dan sel Schawan), kedua jenis sel tersebut demikian
erat berkaitan dan terintegrasi satu sama lain sehingga sama-sama berfungsi
sebagai satu unit. Neuron adalah sel-sel syaraf khusus peka rangsang yang
menerima masukan sensorik atau masukan aferen dari ujung-ujung syaraf perifer
khusus atau dari organ reseptor sensorik, dan menyalurkan masukan motorik atau
masukan eferan ke otot-otot dan kelenjar-kelenjar yaitu organ efektor.
System syaraf terbagi menjadi : system Syaraf Pusat (SSP)
dan Sistem Syaraf Tepi (SST). SSP terdiri dari otak dan medulla spinalis, SST
terdiri dari neuron eferen dan eferen system somatir (SSS) dan neuron system
syaraf otonom / Viseral (SSO).
3. Insiden
Kejadian kejang demam diperkirakan 2-4% populasi anak usia 6
bulan – 5 tahun, dan paling sering pada usia 17 -23 bulan, 80% kejang demam
sederhana, 20% kejang demam kompleks (8% berlangsung >15 menit dan 16%
berulang dalam waktu 24 jam), 2 – 4% menjadi epilepsy, lebih sering pada anak
laki – laki.
(UKK Neurologi IDAI, 2011 kejang
demam yang perlu diwaspadai)
4. Etiologi
Hingga kini belum diketahui dengan pasti. Demam sering
disebabkan infeksi saluran pernafasan atas, otitis media, pneumonia, gastroenteritis
dan infeksi saluran kemih. Kejang tidak selalu timbul pada suhu tinggi,
kadang-kadang demam tidak begitu tinggi dapat menyebabkan kejang
(Mansjoer Arif dkk, 2001. 434).
Semua jenis infeksi yang bersumber
di luar susunan saraf pusat yang menimbulkan demam dapat menyebabkan kejang
demam. Penyakit yang paling sering menimbulkan kejang demam adalah infeksi
saluran pernafasan atas, otitis media akut(cairan telinga yang tidak segera
dibersihkan akan merembes ke saraf di kepala pada otak akan menyebabkan kejang
demam), pneumonia(Setengah dari kejadian pneumonia diperkirakan disebabkan oleh
virus. Saat ini makin banyak saja virus yang berhasil diidentifikasi. Meski
virus-virus ini kebanyakan menyerang saluran pernapasan bagian atas-terutama
pada anak-anak gangguan ini bisa memicu pneumonia. Untunglah, sebagian besar
pneumonia jenis ini tidak berat dan sembuh dalam waktu singkat. Namun bila
infeksi terjadi bersamaan dengan virus influensa, gangguan bisa berat dan
kadang menyebabkan kematian, Virus yang menginfeksi paru akan berkembang biak
walau tidak terlihat jaringan paru yang dipenuhi cairan. Gejala Pneumonia oleh
virus sama saja dengan influensa, yaitu demam, batuk kering sakit kepala, ngilu
diseluruh tubuh. Dan letih lesu, napas menjadi sesak, batuk makin hebat dan
menghasilkan sejumlah lendir. Demam tinggi kadang membuat bibir menjadi biru),
gastroenteritis akut, exantema subitum (Penyakit eksantema virus yang sering
menyerang bayi (infants) dan anak-anak (young children). Ditandai
dengan demam tinggi yang mendadak dan sakit tenggorokan ringan. Beberapa hari
kemudian terdapat suatu faint pinkish rash yng berlangsung selama
beberapa jam hingga beberapa hari). salah satu komplikasinya adalah kejang
demam, bronchitis, dan infeksi saluran kemih. Selain itu juga infeksi diluar
susunan syaraf pusat seperti tonsillitis, faringitis, forunkulosis serta pasca
imunisasi DPT (pertusis) dan campak (morbili) dapat menyebabkan kejang demam.
Penyebab utama kejang demam ialah
demam yag tinggi. Demam yang terjadi sering disebabkan oleh :
1. Infeksi
Saluran Pernapasan Atas (ISPA)
2. Gangguan
metabolic
3. tonsilitis,
otitis media, bronchitis.
4. Keracunan
obat
5. Faktor
herediter
6. Idiopatik.
5. Patofisiologi
Pada keadaan demam, kenaikan suhu 10C akan
menyebabkan kenaikan metabolisme basal (jumlah minimal energi yang dibutuhkan
untuk mempertahankan fungsi vital tubuh) sebanyak 10-15% dan kebutuhan oksigen
meningkat 20%. Pada anak balita aliran darah ke otak mencapai 65% dari aliran
darah ke seluruh tubuh, sedangkan pada orang dewasa aliran darah ke otak hanya
15%. Jadi, pada balita dengan kenaikan suhu tubuh tertentu dapat terjadi
perubahan keseimbangan dari membran sel neuron dan dalam waktu yang singkat
terjadi difusi dari ion kalium maupun natrium melalui membran sel neuron tadi,
sehingga mengakibatkan terjadinya pelepasan muatan listrik. Besarnya muatan
listrik yang terlepas sehingga dapat meluas/menyebar ke seluruh sel maupun ke
membran sel lainnya dengan bantuan bahan yang disebut neurotransmitter.
Akibatnya terjadi kekakuan otot sehingga terjadi kejang.
Tiap anak mempunyai ambang kejang yang berbeda dan
tergantung dari tinggi rendahnya ambang kejang seorang anak. Ada anak yang
ambang kejangnya rendah, kejang telah terjadi pada suhu 380C,
sedangkan pada anak dengan ambang kejang tinggi, kejang baru terjadi pada suhu
400C.
Basal Metabolic Rate ( BMR ) adalah kebutuhan kalori
minimum yang dibutuhkan seseorang hanya untuk sekedar mempertahankan hidup,
dengan asumsi bahwa orang tersebut dalam keadaan istirahat total, tidak
melakukan aktivitas sedikitpun.
Faktor – factor yang mempengaruhi tingkat metabolisme basal seseorang :
1. Genetik,
sebagian orang dilahirkan dengan tingkat metabolisme basal (BMR) tinggi , dan
sebagian lagi BMR lebih rendah.
2. Gender, laki
– laki cenderung memiliki massa otot lebih besar daripada perempuan, sehingga
BMR laki – laki lebih besar dari pada perempuan.
3. Usia, BMR
cendererung berkurang seiring dengan bertambahnya usia. BMR seseorang dapat
turun sekitar 2% per dekade.
4. Berat tubuh,
semakin berat massa tubuh seseorang , BMRnya akan lebih tinggi.
5. Body surface
area atau Luas permukaan tubuh, ini berkaitan dengan tinggi dan berat
seseorang. Sehingga orang yang lebih tinggi dan besar cenderung memiliki BMR
yang lebih tinggi.
6. Pola makan,
dalam keadaan lapar BMR seseorang bisa turun hingga 30%
7. Suhu tubuh,
setiap kenaikan suhu tubuh 0.5 °C, BMR bisa meningkat hingga 7%
8. Suhu
Lingkungan, suhu lingkungan juga berpengaruh pada tingkat BMR seseorang. Ini
berkaitan dengan upaya penstabilan suhu tubuh. Semakin rendah suhu lingkungan,
BMR akan cenderung lebih tinggi.
9. Hormon,
hormon yang mempengaruhi tingkat BMR adalah hormon tiroksin. Hormon tiroksin
sebagai regulator BMR, yang mengatur kecepatan metabolisme tubuh. Semakin
banyak homon tiroksin yang disekresikan, maka akan semakin tinggi BMRnya.
6. Manifestasi Klinik
Terjadinya bangkitan kejang pada bayi dan anak
kebanyakan bersamaan dengan kenaikan suhu badan yang tinggi dan cepat yang
disebabkan oleh infeksi di luar susunan saraf pusat, otitis media akuta,
bronkitis, furunkulosis dan lain-lain. Serangan kejang biasanya terjadi dalam
24 jam pertama sewaktu demam, berlangsung singkat dengan sifat bangkitan dapat
berbentuk tonik-klonik, tonik, klonik, fokal atau akinetik. Umumnya kejang
berhenti sendiri. Namun anak akan terbangun dan sadar kembali setelah beberapa
detik atau menit tanpa adanya kelainan neurologik.
Gejala yang mungkin timbul saat anak mengalami Kejang
Demam antara lain : anak mengalami demam (terutama demam tinggi atau kenaikan suhu
tubuh yang terjadi secara tiba-tiba), kejang tonik-klonik atau grand mal,
pingsan yang berlangsung selama 30 detik-5 menit (hampir selalu terjadi pada
anak-anak yang mengalami kejang demam).
Postur tonik (kontraksi dan kekakuan otot menyeluruh
yang biasanya berlangsung selama 10-20 detik), gerakan klonik (kontraksi dan
relaksasi otot yang kuat dan berirama, biasanya berlangsung selama 1-2 menit),
lidah atau pipinya tergigit, gigi atau rahangnya terkatup rapat, inkontinensia
(mengeluarkan air kemih atau tinja diluar kesadarannya), gangguan pernafasan,
apneu (henti nafas), dan kulitnya kebiruan.
Saat kejang, anak akan mengalami berbagai macam gejala seperti:
1. Anak hilang
kesadaran
2. Tangan dan
kaki kaku atau tersentak-sentak
3. Sulit
bernapas
4. Busa di
mulut
5. Wajah dan
kulit menjadi pucat atau kebiruan
6. Mata
berputar-putar, sehingga hanya putih mata yang terlihat.
Livingston membuat kriteria dan membagi kejang demam atas 2 golongan,
yaitu:
1. Kejang demam
sederhana (simple febrile confulsion)
2. Epilepsi
yang di provokasi oleh demam (epilepsy triggered of by fever)
Kriteria livingston tersebut setelah dimodifikasi dipakai sebagai sebuah
pedoman untuk membuat diagnosa kejang demam sederhana yaitu:
1. Umur anak
ketika kejang antara 6 bulan dan 4 tahun
2. Kejang
berlangsung hanya sebentar saja, tidak lebih dari 15 menit
3. Kejang
bersifat umum
4. Kejang
timbul dalam 16 jam pertama setelah timbulnya demam
5. Pemeriksaan
saraf sebelum dan sesudah kejang demam normal
6. Pemeriksaan
EEG yang dibuat sedikitnya 1 minggu sesudah suhu normaltidak menunjukan
kelainan
7. Frekuensi
bangkitan kejang di dalam 1 tahun tidak melebihi 4 kali
Kejang demam yang tidak memenuhi salah satu atau lebih dari ketujuh kriteria
modifikasi Livingston di atas digolongkan pada epilepsi yang diprovokasi oleh
demam, kejang ini mempunyai suatu dasar kelainan yang menyebabkan timbulnya
kejang, sedangkan demam hanya merupakan faktor pencetus saja.
7. Komplikasi
Menurut Taslim S. Soetomenggolo dapat mengakibatkan :
a.
Kerusakan
sel otak
b. Penurunan IQ pada kejang demam yang berlangsung lama
lebih dari 15 menit dan bersifat unilateral
c.
Kelumpuhan
d. Apnea
e.
Depresi
pusat pernapasan
f.
Relaksasi
mental
g.
Epilepsi
8. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan cairan cerebrospinal dilakukan untuk
menyingkirkan atau menegakkan diagnosis meningitis, Pada kejang demam pertama
harus dilakuakn pada penderita umur <12 bulan, umur 12 – 18 bulan harus
difikirkan untuk melakukan lumbal pungsi dan tidak dianjurkan pada umur >18
bulan kecuali ada gejala meningitis atau kecurigaan infeksi intracranial.
Elektroensefalografi (EEG) tidak berguna dilakukan untuk
memperkirakan berulangnya kejang, memperkirakan epilepsy dikemudian hari dan
untuk menentukan tidaknya kelainan organik. EEG tidak direkomendasikan pada
kejang demam sederhana.
Laboratorium lain dilakukan hanya atas indikasi seperti
Demam pemeriksaan darah tepi lengkap ( Hb, Ht, Leukosit,
Trombosit ) atau urine dan Dehidrasi dilakukan pemeriksaan Na, K, Cl, Mg, Ca, P dan
Glukosa. untuk mengetahui sejak dini apabila ada komplikasi dan
penyakit kejang demam.
(UKK Neurologi IDAI 2011 kejang
demam dan epilpsi.5)
9. Diagnosa Banding
Penyebab lain kejang yang disertai demam harus disingkirkan,
khususnya meningitis atau ensefalitis. Funsi lumbal terindikasi bila ada
kecurigaan klinis meningitis. Adanya sumber infeksi seperti otitis media
tidak menyingkirkan meningitis dan jika pasien tidak mendapatkan antibiotik
maka perlu pertimbangan fungsi lumbal.
(Mansjoer Arif dkk, 2001.435).
10. Penatalaksanaan
Pada penatalaksanaan kejang demam ada 3 hal yang perlu dikerjakan yaitu
:
1. Pengobatan
Fase Akut
Seringkali kejang berhenti sendiri. Pada waktu kejang pasien dimiringkan
untuk mencegah aspirasi ludah atau muntahan. Jalan napas harus bebas agar
oksigenisasi terjamin. Perhatikan keadaan vital seperti kesadaran, tekanan
darah, suhu, pernapasan dan fungsi jantung. Suhu tubuh tinggi diturunkan dengan
kompres air dan pemberian antipiretik.
Obat yang paling cepat menghentikan kejang adalah diazepam yang
diberikan intravena atau intrarektal. Dosis diazepam intravena 0,3-0,5
mg/kgBB/kali dengan kecepatan 1-2 mg/menit dengan dosis maksimal 20 mg. bila
kejang berhenti sebelum diazepam habis, hentikan penyuntikan, tunggu sebentar,
dan bila tidak timbul kejang lagi jarum dicabut. Bila diazepam intravena tidak
tersedia atau pemberiannya sulit gunakan diazepam intrarektal 5 mg
(BB<10>10kg). bila kejang tidak berhenti dapat diulang selang 5 menit
kemudian. Bila tidak berhenti juga, berikan fenitoin dengan dosis awal 10-20
mg/kgBB secara intravena perlahan-lahan 1 mg/kgBb/menit. Setelah pemberian
fenitoin, harus dilakukan pembilasan dengan Nacl fisiologis karena fenitoin
bersifat basa dan menyebabkan iritasi vena.
Bila kejang berhenti dengan diazepam, lanjutkan dengan fenobarbital diberikan
langsung setelah kejang berhenti. Dosis awal untuk bayi 1 bulan -1 tahun 50 mg
dan umur 1 tahun ke atas 75 mg secara intramuscular. Empat jam kemudian
diberikan fenobarbital dosis rumat. Untuk 2 hari pertama dengan dosis 8-10
mg/kg BB/hari dibagi dalam 2 dosis, untuk hari-hari berikutnya dengan dosis 4-5
mg/kgBB/hari dibagi 2 dosis. Selama keadaan belum membaik, obat diberikan
secara suntikan dan setelah membaik per oral. Perhatikan bahwa dosis total
tidak melebihi 200mg/hari. Efek sampingnya adalah hipotensi, penurunan
kesadaran dan depresi pernapasan. Bila kejang berhenti dengan
fenitoin,lanjutkan fenitoin dengan dosis 4-8mg/Kg BB/hari, 12-24 jam setelah
dosis awal.
2. Mencari dan
mengobati penyebab
Pemeriksaan cairan serebrospinalis dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan
meningitis, terutama pada pasien kejang demam yang pertama. Walaupun demikian
kebanyakan dokter melakukan pungsi lumbal hanya pada kasus yang dicurigai
sebagai meningitis, misalnya bila ada gejala meningitis atau kejang demam
berlangsung lama.
3. Pengobatan
profilaksis
Ada 2 cara profilaksis, yaitu: (1) profilaksis intermiten saat demam
atau, (2) profilaksis terus menerus dengan antikonvulsan setiap hari. Untuk
profilaksis intermiten diberian diazepam secara oral dengan dosis 0,3-0,5
mg/kgBB/hari dibagi menjadi 3 dosis saat pasien demam. Diazepam dapat diberikan
pula secara intrarektal tiap 8 jam sebanyak 5mg (BB<10kg)>10kg) setiap
pasien menunjukkan suhu lebih dari 38,5 0 C. efek samping diazepam
adalah ataksia, mengantuk dan hipotonia.
Profilaksis terus menerus berguna untuk mencegah berulangnya kejang
demam berat yang dapat menyebabkan kerusakan otak tapi tidak dapat mencegah
terjadinya epilepsy dikemudian hari. Profilaksis terus menerus setiap hari
dengan fenobarbital 4-5mg.kgBB/hari dibagi dalam 2 dosis. Obat lain yang dapat
digunakan adalah asam valproat dengan dosis 15-40 mg/kgBB/hari. Antikonvulsan
profilaksis selama 1-2 tahun setelah kejang terakhir dan dihentikan bertahap
selama 1-2 bulan
Profilaksis
terus menerus dapat dipertimbangkan bila ada 2 kriteria (termasuk poin 1 atau
2) yaitu :
1. sebelum kejang
demam yang pertama sudah ada kelainan neurologist atau perkembangan (misalnya
serebral palsi atau mikrosefal)
2. Kejang demam
lebih dari 15 menit, fokal, atau diikuti kelainan neurologist sementara dan
menetap.
3. Ada riwayat
kejang tanpa demma pada orang tua atau saudara kandung.
4. bila kejang
demam terjadi pada bayi berumur kurang dari 12 bulan atau terjadi kejang
multiple dalam satu episode demam.
Bila hanya
memenuhi satu criteria saja dan ingin memberikan obat jangka panjang maka
berikan profilaksis intermiten yaitu pada waktu anak demam dengan diazepam oral
atau rectal tuap 8 jam disamping antipiretik.
11. Prognosis
Dengan
penangulangan yang tepat dan cepat, prognosisnya dan tidak membahayakan
kematian. Frekwensi berulangnya kejang berkisar 25 – 50 %, umumnya terjadi pada
bulan pertama. Resiko untuk mendapatkan epilepsi rendah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar